PENUNTASAN BUTA AKSARA
DI KABUPATEN PEKALONGAN
Sebuah perjalanan panjang antara ya dan tidak
Oleh : Sujud Marwoto
Hasil Pendataan
Hasil pendataan yang telah dilakukan pada tahun 2007, diketahui bahwa di Kabupaten Pekalongan masih terdapat penduduk yang berusia 15 sampai 44 tahun sebanyak 29.184 jiwa yang masih buta aksara. Dari jumlah tersebut 16.004 warga usia produktif (15-44 tahun), dan 13.180 usia non produktif (usia 44 tahun ke atas). Selain tidak bersekolah mereka adalah penduduk yang mengalami DO pada sekolah dasar dan tidak dapat membaca dan menulis.(suara merdeka, 15/12) Rata-rata dari penduduk yang masih buta huruf kebanyakan dari keluarga miskin. Dari data tersebut, sebagai upaya pengembangan kemampuan penduduk buta aksara dan miskin tersebut, kiranya perlu bagi Pemerintah Kab. Pekalongan dalam hal ini Dinas Pendidikan serta komponen lain untuk menyelenggarakan program KF. Dengan harapan melalui program ini mampu mengembangan kemampuan warga belajar dalam memiliki ketrampilan baca-tulis-hitung serta kemampuan produktif lain yang dapat dimanfaatkan dalam mengatasi kemiskinan.
Perjalanan Penuntasan Buta Akasara
Pada era orde baru secara besar-besaran dan hampir semua unsur masyarakat terlibat dalam rangka menuntaskan buta aksara dengan proyek Pemberantasan Buta Huruf (PBH). Dimulai dari Desa, Kecamatan, Kabupaten, Propinsi dan Nasionalpun pada waktu itu telah menulis slogan dan memasang papan nama pada setiap sudut jalan dengan tulisan “Daerah Bebas Buta Huruf”. Dan pada era tersebut Presiden Suharto juga telah menyatakan bahwa Indonesia telah bebas buta huruf. Tak terkecuali Kabupaten pekalongan juga telah menyatakan wilayahnya sebagai daerah bebas buta huruf.
Mungkin karena tidak tersedia infrastruktur seperti Taman Bacaan Masyarakat (TBM), dan sumber ilmu yang lain maka kebanyakan warga yang telah bebas buta huruf menjadi buta huruf kembali. Lahirlah pada tahun 1991 s.d. tahun 1999 proyek kecamatan intensif 1, intensif 2, yang intinya sama, menuntaskan buta huruf kembali.
Pemerintah pusat dengan Instruksi presiden nomor 5 tahun 2006 tentang gerakan nasioal percepatan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan pemberantasan buta aksara, menargetkan secara nasional Indonesia tuntas buta aksara tahun 2009. Segala dana milyaran rupiah, daya melibatkan berbagai unsur dinas, organisasi dan upaya dengan segala teknik dan strategi, digerakan untuk bisa keluar dari kemiskinan dan kebodohan. Dan Kabupaten Pekalongan malah menjanjikan tahun 2008 wilayahnya sudah bebas dari buata huruf.
Kini, di Kabupaten Pekalongan dalam rangka terwujudnya pelayanan pendidikan non formal dan pencerdasan warga kabupaten pekalongan, tanggal 9 September 2006 Bupati Pekalongan Dra. Hj. Siti Qomariyah, M.A. mencanangkan Percepatan Desa Tuntas Buta Aksara. Upaya pengentasan buta aksara di Kabupaten Pekalongan dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok belajar (kejar), ada 1.500 kelompok, setiap kelompok dibiayai sebesar Rp.3.174.000,00 = Rp. 4.761.000.000,00. Pembiayaan tersebut dibebankan pada APBD Kab. Pekalongan, APBD Propinsi Jateng, APBN. Agar penuntasan bisa berjalan dengan cepat maka pemkab melibatkan organisasi dan dan lembaga seperti PKK, Fatayat NU, Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), Aisyiyah, SKB, GOW, UPTD Dinas Pendidikan kecamatan dan Forum Komunikasi PKBM, KKN UNNES dan UNIKAL. Di akhir tahun ini, Senin 31 Desember 2007 Pemerintah Kabupaten Pekalongan menggelar deklarasi bebas buta aksara di gedung pertemuan umum (GPU) di Kajen.
Ya dan Tidak
Kab. Pekalongan tahap pertama telah bebas dari buta aksara, jika
masih ada sisa maka sesuai dengan target Pemkab tahun 2008 berkesempatan untuk menyelesaikan sisa buta huruf yang ada. Dan tahun 2009 diharapkan tidak ada lagi warg
a masyarakat yang buta huruf lagi. Langkah kita tinggal menyediakan sarana pendukung agar sasaran yang telah melek huruf tidak menjadi buta huruf kembali. Caranya dengan membentuk Taman Bacaan Masyarakat ( TBM ) disekitar lokasi warga belajar.Apakah persoalan buta huruf ini selesai???? Jawabannya Beluuuuuuum!. Lihat saja nanti, tahun 2009 dimana Indonesia secara nasional akan mendeklarasikan Bebas Buta Aksara, tapi persoalan akan berputar kembali. Disana masih banyak pialang data, yang tugasnya mengotak-atik data, sehingga akan muncul lagi buta huruf yang jumlahnya luar biasa besarnya.
Beranikah pihak-pihak yang telah mendeklarasikan bebas buta aksara akan bilang “tidak” untuk sebuah data dan sasaran garap yang akan disodorkan dengan alasan pemerataan pendidikan dan perluasan akses serta pemberantasan kebodohan dan kemiskinan, dengan dana miliaran rupiah.
Banyakkah hati nurani yang akan bilang “ya”, sementara kemarin ia telah berhasil dengan gemilang membebaskan dan mendeklarasikan buta huruf di wilayahnya. Nampaknya lebih menjanjikan “Ya”, karena pemberantasan buta huruf menjadi icon strategis terhadap peningkatan indeks kualitas sumberdaya manusia ( human development index) yang menjadi standart minimal Unesco dalam penilaian kualitas tingkat pendidikan suatu negara. Suatu alasan yang mendunia, dan akan banyak menyerap dana miliaran rupiah. “Ya” dan “ Tidak” dalam KF memang suatu dikotomi yang harus di pilih salah satu. Jawaban pastinya akan kita lihat nanti di tahun 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar